Qantas CEO Joyce Kehilangan $9.3 Juta Setelah Pemotongan Gaji
Alan Joyce, mantan CEO Qantas, harus menelan pil pahit setelah pemotongan gaji yang signifikan. Gaji Joyce yang sebelumnya mencapai $24 juta, kini dipotong hingga menjadi $14.7 juta, yang berarti dia kehilangan $9.3 juta dari total pendapatannya. Keputusan ini diambil setelah Qantas menghadapi kritik pedas atas kinerja keuangannya yang buruk dan perlakuan terhadap karyawannya.
Kritik dan Desakan Pemotongan Gaji
Pemotongan gaji Joyce ini datang di tengah gelombang kritik terhadap Qantas. Publik dan serikat pekerja menuntut transparansi dan akuntabilitas atas kinerja perusahaan yang buruk. Joyce dituduh memprioritaskan keuntungan perusahaan daripada kesejahteraan karyawan. Serangkaian pemotongan biaya yang diterapkan selama pandemi COVID-19, termasuk pemotongan gaji dan PHK, telah memicu kemarahan karyawan dan publik.
"Saya memahami bahwa banyak karyawan Qantas merasa kecewa," ujar Joyce dalam sebuah pernyataan. "Saya bertanggung jawab penuh atas keputusan yang diambil selama pandemi dan saya siap menerima konsekuensinya."
Dampak Pemotongan Gaji
Meskipun pemotongan gaji ini signifikan, masih menjadi pertanyaan apakah langkah ini akan cukup untuk meredakan ketegangan antara Qantas dan karyawannya. Joyce dan Qantas menghadapi tantangan yang besar dalam membangun kembali kepercayaan yang telah terkikis akibat serangkaian kontroversi.
"Ini bukan tentang uang, tetapi tentang prinsip," ujar seorang karyawan Qantas yang menolak disebutkan namanya. "Qantas harus menunjukkan bahwa mereka peduli dengan kesejahteraan karyawan dan tidak hanya mengejar keuntungan semata."
Ke depan
Pemotongan gaji Joyce menunjukkan bahwa perusahaan berusaha untuk menunjukkan keseriusan dalam menangani kritik yang dilontarkan. Namun, pemulihan citra Qantas memerlukan lebih dari sekadar pemotongan gaji. Perusahaan perlu membangun kembali kepercayaan dengan karyawannya dan menunjukkan komitmen yang nyata untuk memprioritaskan kesejahteraan karyawan.
Artikel terkait: